Kasus obat nyamuk HIT
1. Permasalahan : Kasus Penarikan Produk Obat Anti-Nyamuk HIT
Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik akan dimusnahkan.
Obat nyamuk HIT memang sudah cukup populer di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan selain harganya yang muruh pemasaran obat nyamuk ini pun cukup bagus di pasar. Obat nyamuk HIT sudah banyak digunakan oleh ibu rumah tangga untuk memberantas nyamuk, namun mereka tidak tahu apa bahaya yang ditimbulkan oleh obat nyamuk tersebut yang ternyata menyimpan zat-zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Hal ini dapat terlihat dari bukti adanya seorang pembantu rumah tangga yang merasa mual, pusing, dan muntah setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat nyamuk HIT ( 11 Juni 2006).Tidak semua jenis obat nyamuk HIT berbahaya, hanya ada 2 jenis yang termasuk berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17L (cair isi ulang).
Kandungan berbahaya yang terdapat di obat nyamuk HIT adalah,
1. Propoxur
2. Diklorvos (zat aktif pestisida)
Kedua kandungan kimia itu sangatlah berbahaya bagi kesehatan manusia. Zat-zat tersebut dapat menyebabkan kerusakan syaraf, hati, keracunan terhadap darah, gangguan pernapasan dan sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. Kedua zat tersebut bersifat karsinogenin yang dapat menyebabkan kanker. Diklorvos tidak larut dalam air namun larut dalam lemak.
Propoxur atau C11-H15-N-O3 juga biasa disebut Aprocarb (senyawa karbamat)
banyak digunakan dalam racun (saya bilang racun bukan obat) racun pembasmi
nyamuk yang memiliki resiko merusak kesehatan karena dapat masuk ke dalam
tubuh melalui tiga cara: termakan atau terminum bersama makanan atau minuman
yang tercemar, dihirup dalam bentuk gas dan uap, termasuk yang langsung
menuju paru-paru lalu masuk ke dalam aliran darah. Atau terserap melalui
kulit dengan atau tanpa terlebih dahulu menyebabkan luka pada kulit.
Tragedi di Bhopal-India pada tahun 80-an yang menyebabkan ribuan orang
meninggal seketika dan ratusan ribu lainnya menjadi cacat disebabkan oleh
MIC atau metil isosianat yang tak lain dan tak bukan adalah senyawa
antara/intermediate sebelum menjadi propoxur.
Propoxur termasuk insektisida atau racun pembasmi hama, dan di Indonesia
racun-racun tersebut dijual secara bebas kepada masyarakat luas yang awam
akan pengertian bahaya bahan kimia dan pemerintah seperti menutup mata
terhadap hal ini. Propoxur termasuk racun kelas menengah. Jika terhirup
maupun terserap tubuh manusia dapat mengaburkan penglihatan, keringat
berlebih, pusing, sakit kepala, dan badan lemah. Propoxur juga dapat
menurunkan aktivitas enzim yang berperan pada saraf transmisi, dan
berpengaruh buruk pada hati dan reproduksi.
Jika Tertelan
Efek beracun dapat diakibatkan oleh ketidaksengajaan menelan material ini,
eksperimen binatang menunjukkan bahwa proses pencernaan kurang dari 40 gram
berakibat fatal atau dapat menghasilkan kerusakan serius pada kesehatan dari
individu. Proses pencernaan dapat menghasilkan mual, muntah, kehilangan
selera makan, kram abdominal, dan diare.
Jika Terkena Mata
Ada beberapa bukti untuk menyatakan bahwa material ini dapat menyebabkan
iritasi mata dan kerusakan pada beberapa individu. Kontak mata secara
langsung bisa menghasilkan air mata, pelipatan pada kelopak mata, kontraksi
atau pengucupan anak mata, kehilangan fokus dan pengaburan penglihatan.
Kadang-kala dilasi atau pembesaran anak mata bisa saja terjadi.
Jika Terkena Kulit
Kontak antara kulit dengan material mungkin berbahaya; efek sistemik dapat
terjadi bila material terserap.
Bahan ini dianggap bersifat mengiritasi terhadap kulit seperti digolongkan
oleh EC Directives pada binatang percobaan. Rasa tidak nyaman dapat
dihasilkan akibat pemaparan dalam waktu yang lama. Higiene industri yang
baik mengharuskan pemaparan terhadap bahan agar seminimal mungkin dan
penggunaan sarung tangan yang cocok harus diterapkan dalam melakukan
pekerjaan yang berkaitan dengan bahan ini. Efek beracun bisa terjadi sebagai
akibat penyerapan oleh kulit. Bagian yang terkena mungkin menyebabkan
keluarnya keringat dan kekejangan otot. Reaksi mungkin tertunda untuk
beberapa jam.
Jika Terhirup
Material ini dianggap tidak menghasilkan iritasi pada pernapasan (seperti
digolongkan oleh EC Directives dengan menggunakan binatang percobaanl).
Meskipun demikian penghirupan debu, atau uap terutama untuk periode yang
cukup lama, dapat menghasilkan gangguan saluran pernapasan.
Keracunan inhibitor kolinesterase menyebabkan gejala seperti peningkatan
aliran darah kepada hidung, diare/mencret, gangguan pada dada dan sesak
nafas. Gejala lain meliputi produksi air mata yang meningkat, rasa mual dan
muntah-muntah, diare, sakit perut, pengeluaran urine tanpa mampu dikontrol,
sakit dada, sulit bernafas, tekanan darah rendah, denyut jantung tidak
beraturan, hilangnya refleks,
kejang-kejang, gangguan penglihatan, pengecilan ukuran pupil, konvulsi,
kongesti paru-paru, kegagalan jantung dan koma. Efek pada sistem syaraf
meliputi kehilangan keseimbangan, sulit berbicara, gemetar pada kelopak mata
dan lidah, kelumpuhan otot tangan dan otot saluran pernafasan, yang dapat
menyebabkan kematian, walaupun kematian juga dikaitkan dengan kegagalan
jantung.
Efek Bahaya Kronis:
Rute kontak yang utama adalah dengan kulit secara tak sengaja dan kontak
dengan mata dan penghirupan dari debu dihasilkan. Kontak yang berulang atau
dalam jangka waktu lama menyebabkan gejala yang serupa dengan efek akut.
Sebagai tambahan para pekerja yang kontak berulang kali terhadap unsur ini
bisa menyebabkan memori menjadi lemah dan hilangnya konsentrasi, depresi
parah dan penyakit kejiwaan akut, sifat lekas marah, kebingungan, kelesuan,
emosional, berbagai kesulitan berbicara, sakit kepala, disorientasi pada
ruang, penundaan waktu untuk bereaksi, berjalan sambil tidur, keadaan
mengantuk atau kesulitan untuk tidur. Suatu kondisi seperti influensa dengan
rasa muak, lemah, anorexia dan rasa tidak enak badan telah dilaporkan. Ada
suatu peningkatan bukti dari studi epidemiologis dan dari studi laboratorium
percobaan bahwa kontak jangka pendek kepada beberapa insektisida yang
mengandung kolinesterase bisa menyebabkan perilaku atau perubahan
neuro-kimia selama berhari-hari atau beberapa bulan, dan dapat bertahan
lebih lama. Walaupun banyak efek kurang baik yang terjadi pada manusia yang
bersifat meracuni, masih ada efek terhadap beberapa pekerja beberapa bulan
setelah aktifitas kolinesterase kembali ke normal. Efek jangka panjang ini
meliputi kaburnya penglihatan, sakit kepala, kelemahan, dan anorexia.
Neurokimia pada binatang terhadap kontak ke klorfirifos atau fention
dilaporkan berubah secara permanen setelah kontak. Efek ini mungkin lebih
parah pada binatang yang sedang berkembang biak di mana baik asetil dan
butirilkolinesterase bisa bermain dalam suatu bagian integral dalam
pengembangan sistem syaraf.
Ditemukannya zat berbahaya seperti Propoxur dan Diklorvos pada produk obat anti-nyamuk yang dibuat oleh PT Megarsari Makmur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan tentu saja sangat mengagetkan. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi ? Padahal sudah ada undang-undang yang mengatur hak-hak konsumen, yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
Deptan juga telah mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Para produsen masih bisa leluasa menciptakan produk baru dan dengan mudahnya memasarkannya tanpa ada monitoring ketat dari pihak pemerintah.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus obat anit-nyamuk HIT tersebut menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh PT Megarsari Makmur sebagai produsen pbat anti-nyamuk HIT :
1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
o Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
o Disini PT Megarsari Makmur melanggar hak konsumen tersebut. Ia telah terbukti menghasilkan produk yang memiliki kandungan zat Propoxur dan Dichlorvos yang sangat berbahaya sehingga mengancam keselamatan konsumen penggunanya. Menurut Indonesian Pharmaceutical Watch (IPhW), senyawa Propoxur dan Dichlorvos bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Di Amerika, Propoxur diijinkan penggunaannya terbatas untuk perkebunan. Sementara Dichlorvos tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak.
o Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
o Selama ini PT Megarsari Makmur tidak pernah memberitahukan bahwa zat-zat yang terkandung di dalam obat anti-nyamuk HIT mengandung zat-zat berbahaya. Di iklannya hanya dikatakan,” kalau ada yang murah kenapa beli yang mahal”. Konsumen jelas dibohongi.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
o Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
o PT Megarsari Makmur tidak pernah memberitahukan kondisi serta penjelasan tentang penggunaan obat anti-nyamuk HIT dalam publikasinya melalui iklan televisi maupun cetak. Menurut Prof. DR. Ir. Edhi Martono, M. MSc, dosen Toksikologi Pestisida Fakultas Pertanian UGM, ketika menggunakan obat anti-nyamuk, sebaiknya setelah kamar disemprot, kamar tersebut harus didiamkan paling tidak setengah sampai satu jam dan pintu kamar harus ditutup. Setelah itu baru orang boleh masuk lagi.
3. Pasal 8
o Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
o Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
o Menurut kedua ayat diatas, pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Jika ia terbukti melakukan pelanggaran tersebut, barang tersebut harus ditarik dari peredaran. PT Megarsari Makmur melanggar kedua ayat diatas. Ia memproduksi obat anti-nyamuk HIT yang tidak memenuhi ketentuan baik dari Deptan, Depkes, maupun BPOM dan ketika disuruh untuk segera menarik oabat anti-nyamuk HIT dari peredaran, ia tidak segera melakukannya. Dari sumber Suara Karya Online dikatakan bahwa izin produksi obat anti-nyamuk jenis semprot dan cair isi ulang telah berakhir pada 2003 dan April 2004. Komisi Pestisida Deptan pun telah mengeluarkan larangan resmi pemakaian semua produk yang mengandung Dichlorvos. Namun pada tanggal 7 Juni 2006 ketika diadakan inspeksi mendadak oleh Deptan, kedua jenis obat anti-nyamuk tersebut ditemukan di dalam pabrik. Alasannya yang dikemukakan Manajer Urusan Umum, Ahmad Bedah Istigfar, yang menyatakan bahwa mereka masih memproduksi dua jenis obat anti-nyamuk terlarang itu karena belum mempunyai formula baru untuk mengganti Dichlorvos tetap saja tidak bisa dibenarkan. Karena ini menyangkut hak-hak konsumen, bahkan mengancam keselamatan mereka. Jadi terbukti bahwa sampai sekarang, PT Megarsari Makmur belum juga menarik produknya yang berbahaya tersebut dari peredaran.
4. Pasal 19
o Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
o Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
o Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Back to nature adalah solusi terbaik untuk mengatasi gangguan nyamuk.
Gunakan kelambu atau tanaman yang bisa mengusir nyamuk seperti lavender,
zodia, geranium dan serai wangi. Dan yang lebih penting lagi adalah rawatlah
dan bersihkan rumah dan lingkungan anda dengan baik dan teratur, karena
serangga tersebut ada karena lingkungan kita yang tidak sehat.
Sekian artikel dari saya, semoga artikel ini bisa memberikan sedikit manfaat
dan wawasan mengenai bahaya propoxur dan bahaya penggunaannya terhadap anda,
keluarga, lingkungan sekitar, dan masyarakat luas pada umumnya
Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006. Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan), Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
2.
Analisis Kasus
Ditemukannya zat berbahaya seperti Propoxur dan Diklorvos pada produk obat anti-nyamuk yang dibuat oleh PT Megarsari Makmur yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan tentu saja sangat mengagetkan. Bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi ? Padahal sudah ada undang-undang yang mengatur hak-hak konsumen, yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
Deptan juga telah mengeluarkan larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga sejak awal 2004 (sumber : Republika Online). Hal itu membuat kita dapat melihat dengan jelas bahwa pemerintah tidak sungguh-sungguh berusaha melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Para produsen masih bisa leluasa menciptakan produk baru dan dengan mudahnya memasarkannya tanpa ada monitoring ketat dari pihak pemerintah.
Jika dilihat menurut Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kasus obat anit-nyamuk HIT tersebut menyalahi ketentuan. Berikut adalah beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang dilangar oleh PT Megarsari Makmur sebagai produsen pbat anti-nyamuk HIT :
1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
*
Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
*
Disini PT Megarsari Makmur melanggar hak konsumen tersebut. Ia telah terbukti menghasilkan produk yang memiliki kandungan zat Propoxur dan Dichlorvos yang sangat berbahaya sehingga mengancam keselamatan konsumen penggunanya. Menurut Indonesian Pharmaceutical Watch (IPhW), senyawa Propoxur dan Dichlorvos bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker). Di Amerika, Propoxur diijinkan penggunaannya terbatas untuk perkebunan. Sementara Dichlorvos tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak.
*
Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
*
Selama ini PT Megarsari Makmur tidak pernah memberitahukan bahwa zat-zat yang terkandung di dalam obat anti-nyamuk HIT mengandung zat-zat berbahaya. Di iklannya hanya dikatakan,” kalau ada yang murah kenapa beli yang mahal”. Konsumen jelas dibohongi.
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
*
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
*
PT Megarsari Makmur tidak pernah memberitahukan kondisi serta penjelasan tentang penggunaan obat anti-nyamuk HIT dalam publikasinya melalui iklan televisi maupun cetak. Menurut Prof. DR. Ir. Edhi Martono, M. MSc, dosen Toksikologi Pestisida Fakultas Pertanian UGM, ketika menggunakan obat anti-nyamuk, sebaiknya setelah kamar disemprot, kamar tersebut harus didiamkan paling tidak setengah sampai satu jam dan pintu kamar harus ditutup. Setelah itu baru orang boleh masuk lagi.
3. Pasal 8
*
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang : tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
*
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
*
Menurut kedua ayat diatas, pelaku usaha dilarang memproduksi dan memperdagangkan barang yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan. Jika ia terbukti melakukan pelanggaran tersebut, barang tersebut harus ditarik dari peredaran. PT Megarsari Makmur melanggar kedua ayat diatas. Ia memproduksi obat anti-nyamuk HIT yang tidak memenuhi ketentuan baik dari Deptan, Depkes, maupun BPOM dan ketika disuruh untuk segera menarik oabat anti-nyamuk HIT dari peredaran, ia tidak segera melakukannya. Dari sumber Suara Karya Online dikatakan bahwa izin produksi obat anti-nyamuk jenis semprot dan cair isi ulang telah berakhir pada 2003 dan April 2004. Komisi Pestisida Deptan pun telah mengeluarkan larangan resmi pemakaian semua produk yang mengandung Dichlorvos. Namun pada tanggal 7 Juni 2006 ketika diadakan inspeksi mendadak oleh Deptan, kedua jenis obat anti-nyamuk tersebut ditemukan di dalam pabrik. Alasannya yang dikemukakan Manajer Urusan Umum, Ahmad Bedah Istigfar, yang menyatakan bahwa mereka masih memproduksi dua jenis obat anti-nyamuk terlarang itu karena belum mempunyai formula baru untuk mengganti Dichlorvos tetap saja tidak bisa dibenarkan. Karena ini menyangkut hak-hak konsumen, bahkan mengancam keselamatan mereka. Jadi terbukti bahwa sampai sekarang, PT Megarsari Makmur belum juga menarik produknya yang berbahaya tersebut dari peredaran.
4. Pasal 19
*
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
*
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
*
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar