KOMPAS.com - Ulos menjadi bagian penting dalam upacara adat suku Batak, dan menjadi bagian dari budaya dan tradisi khasnya. Adat Mangulosi, misalnya, begitu kental dengan momen pernikahan. Selembar kain ulos diberikan kepada pengantin sebagai bentuk doa dan penghargaan atas kain tenun tradisi ini.
Kain tenun klasik khas Sumatera Utara ini menjadi primadona dalam acara adat. Namun belum banyak ditemui dalam bentuk lain, yang memiliki fungsi lain selain selendang. Misalnya, dibuat menjadi tas unik, fungsional, dan bernilai budaya tinggi. Atau, dompet cantik yang menampilkan motif tenun ini.
Denny Maria MN adalah salah satu orang yang berinisiatif mempopulerkan kain tenun khas dari tanah kelahirannya di Medan ini menjadi produk re-use sejak September 2008.
Pemilik usaha produk recycling dengan brand Nick's Collection ini meyakini Ulos akan lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi dengan diolah menjadi fungsi lain.
"Setelah pernikahan, ulos pemberian dari kerabat pastinya menumpuk di rumah. Kebanyakan orang juga nantinya akan menjual ulos dengan harga murah di pasar. Jadi, daripada hanya dijual begitu saja, ulos ini bisa dimanfaatkan dan dibuat barang yang lebih berfungsi, menghasilkan, dan sekaligus mengenalkan budaya," papar Denny kepada Kompas Female, di sela lokakarya wirausaha untuk perempuan di Gedung Indonesia Power, Rabu (5/5/2010) lalu.
Menurut Denny, dibandingkan kain tenun khas Sumatera seperti dari Palembang atau Aceh, kain ulos dari Medan lah yang belum beralih fungsi dalam bentuk lain. Padahal motif ulos yang cantik bisa dibentuk dengan desain menarik menjadi tas atau dompet. Dengan cara ini, Denny meyakini, ulos justru akan lebih dikenal masyarakat luas sebagai kain tradisi dari Batak.
Bermodalkan kain ulos hadiah pernikahannya, Denny mulai memproduksi tas dan dompet, hingga sandal wanita. Denny mempekerjakan satu penjahit untuk membantunya memproduksi Nick's Collection sekitar 10 hingga 20 produk dalam satu minggu.
Jika selembar ulos dihargai Rp 25.000 di pasaran, dibutuhkan Rp 500.000 untuk modal membuat produk dompet atau tas. Ditambah lagi dengan pembelian material untuk proses menjahit sekitar Rp 200.000 hingga Rp 500.000, yang bisa digunakan selama satu bulan.
Ide kreatif Denny inilah yang kemudian menarik perhatian SMESCO, sentra pemasaran UKM Indonesia yang berlokasi di Jakarta Selatan. Ikon pusat promosi dan pengembangan seluruh produk UKM bernuansa tradisi dan budaya Indonesia ini memiliki konsep galeri.
Produk dompet dan tas berbahan ulos dari Nick's Collection mendapat tempat untuk memasarkan koleksinya di galeri ini. Untuk menembus kriteria produk di SMESCO, Denny harus mengubah beberapa desain produknya. Kualitas restleting dan bahan bagian dalam tas atau dompet, misalnya, harus memenuhi standar internasional.
Bagi Denny, kesempatan ini menjadi tantangan, yang akhirnya mampu dipenuhinya. Saat ini Denny mengaku sudah masuk bulan kedua pemasaran produknya di SMESCO.
"Bisnis mulai berkembang, dan produk semakin dikenal setelah masuk ke SMESCO," katanya, meneguhkan mimpinya untuk membuka toko di dekat workshop-nya di Depok II Tengah. Lima tahun lagi adalah target waktu yang direncanakan Denny untuk membuka toko tersebut.
Ajang pameran dan temu kumpul dengan komunitas pebisnis perempuan juga menjadi akses pasar lain yang dipilih Denny untuk mempopulerkan produknya.
Ide kreatif dan keunikan produk menjadi nilai jual, yang diyakini Denny bisa membuat ulos semakin dikenal dan bermanfaat bagi penggunanya. Terbukti, sejak pertama kali memasarkan barangnya di SMESCO pada Februari 2010, Denny menikmati omzet Rp 500.000 pada bulan pertama (penjualan Maret), dan Rp 930.000 pada bulan kedua (penjualan April). Ketika produk berbahan ulos buatannya semakin populer, angka ini pasti akan terus meningkat.
Sumber: http://female.kompas.com/read/xml/2010/05/07/09424237/Mempopulerkan.Ulos.Lewat.Tas.dan.Sandal-12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar