JAKARTA--MI: Pemerintah memperkirakan masih ada potensi penerimaan negara sekitar Rp55 triliun dari penagihan piutang negara. Ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pelantikan pejabat eselon II Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di kantornya, Jakarta, Kamis (6/5).
"Sekarang ini negara memiliki Rp55 triliun piutang negara yang bisa kita tagihkan. Kalau DKJN bisa lebih efektif dan efisien, maka kita bisa collect sebagai penerimaan negara dan masuk dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)," kata Sri. Menurutnya, piutang terbesar terdapat pada sejumlah perusahaan negara dan pengelolaan aset pada eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Maka itu, Sri meminta agar DKJN menagih pituang negara dan pelelangan aset eks BPPN secara efisien dan hati-hati karena penagihan tersebut juga rentan terjadi kolusi antara aparat penagih dengan peserta lelang. "Saya minta agar pelayanan lelang cepat dan efisien, harus hati-hati pada ketepatan, kecermatan, risiko dari sisi finansial, atau kejahatan dari sisi pidana," katanya.
Lebih lanjut Sri menyinggung soal inventarisasi dan penilaian (IP) barang milik negara (BMN) yang seharusnya sudah selesai dilakukan akhir Maret lalu. Namun sampai saat ini DJKN masih belum bisa menyelesaikannya. "Sekarang sudah Mei ya? Saya sengaja menanyakan supaya Pak Dirjen tahu kalau sekarang sudah Mei," ujarnya. Menurutnya, jika seluruh aset BMN sudah diinvetarisasi maka neraca keuangan Indonesia akan semakin baik dan asetnya bisa meningkat tinggi.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Hadiyanto menyampaikan bahwa saat ini tersisa tiga kementerian dan lembaga (K/L) yang belum menyelesaikan IP asetnya, yaitu Kementerian Perhubungan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian Keuangan. "Kementerian Keuangan tinggal 0,3% lagi. Itu karena persoalan dokumentasi dan segala macam. Kemudian Kementerian Pertahanan itu agak banyak, baru 78%. Tapi itu karena Simak (Sistem Manajemen Akuntansi) BMN yang sedikit berbeda," jelas Hadiyanto.
Soal piutang negara yang mencapai Rp55 triliun, ia menyebutkan bahwa besaran yang bisa ditagih tergantung pada kualitas aset yang menjadi jaminan (underlying asset). "Jadi misalnya ada satu obligor punya utang sebesar Rp1 triliun, underlying asset-nya belum tentu sebesar itu," jelasnya. Ia menambahkan bahwa di tahun 2010 pihaknya menargetkan penagihan piutang negara Rp350 triliun.
Sumber: http://www.mediaindonesia.com/read/2010/05/07/141189/4/2/Piutang-Negara-Bisa-Ditagih-Rp55-Triliun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar