Jumat, 02 April 2010

Terapi Hormon Aman dari Kanker



TEMUAN terbaru menunjukkan bahwa penggunaan terapi hormon pengganti (hormone replacement therapy/HRT) tidak meningkatkan risiko kanker payudara. Hal ini membangkitkan kebingungan. Pasalnya, studi-studi sebelumnya menyatakan hal sebaliknya.

Hasil analisis rekam data medis jutaan perempuan Inggris berusia 50-an dan 60-an, terang peneliti, tidak menunjukkan adanya hubungan antara penggunaan terapi kontroversial ini dengan peningkatan kejadian kanker payudara.

Ketakutan mengenai keamanan obat-obatan tersebut pertama kali muncul pada 2002. Saat itu, sebuah studi besar dari Amerika Serikat menghubungkan terapi hormon tersebut dengan serangkaian penyakit, termasuk kanker payudara dan penyakit jantung.

Karena ketakutan tersebut, ratusan ribu perempuan Inggris mengabaikan pengobatan dengan hormon. Pada 2005, jumlah pengguna HRT, yang bermanfaat mengatasi gejala menopause, berkurang hingga setengahnya.

Tahun lalu, sebuah studi menyimpulkan bahwa penggunaan obat-obatan hormon ini bisa menggandakan risiko kanker payudara. Hal ini membuat kecemasan perempuan semakin menguat.

Risiko osteoporosis

Dalam upaya memecahkan pendapat ini, peneliti dari Bristol University memeriksa apakah angka penyakit ini berubah saat perempuan tidak menggunakan obat-obatan hormon akibat rasa takut. Jika HRT meningkatkan risiko kanker payudara, angka kejadian penyakit seharusnya sudah menurun sejak 2002, seiring penurunan penggunaan HRT.

Tapi peneliti menemukan, penurunan penggunaan hormon sama sekali tidak memengaruhi angka kejadian kanker payudara. Hal ini, terang peneliti, menunjukkan bahwa HRT bukanlah faktor pemicu kanker payudara.

Selain itu, menurut studi yang dipublikasikan di Journal of Public Health ini, HRT juga tidak berhubungan dengan kanker usus atau patah tulang pinggul.

HRT digunakan untuk mengatasi gejala menopause, seperti kilas panas, perubahan mood, dan keringat di malam hari. Pengobatan dengan hormon bisa dilakukan melalui berbagai metode, termasuk tablet, implan, gel kulit dan plester. Dalam jangka panjang, obat-obatan ini dinyatakan bisa mengurangi risiko osteoporosis. (IK/OL-08)

Sumber: http://www.mediaindonesia.com/mediahidupsehat/index.php/read/2010/4/2/2352/9/media_hidupsehat_headline

Tidak ada komentar:

Posting Komentar